Banner 468x60

Rabu, Juli 30, 2008

Selamat Sore

DUNHILL DIMENSION Present SORE in PORTS OF LIMA CONCERT.
Konser hebat, dan bintang tamu yang membuat penonton salut berdiri.


foto: Koko

Photobucket

Pada tanggal 24 April lalu, secara resmi SORE meluncurkan album keduanya, Ports Of Lima. Pada saat itu pula mereka menggelar konser tunggal sebagai tanda kehadirannya kembali dalam dunia musik Indonesia, setelah debut album Centralismo yang sempat mengharu biru tiga tahun lalu, dan menuai banyak pujian dari berbagai kalangan. Namun, gelaran tersebut harus mundur sekitar satu jam dari jadwal semula karena arus lalu lintas yang padat menuju PPHUI Jakarta, yang memang biasa terjadi saat setiap hari kerja – terlebih ketika jam pulang kantor – sehingga banyak penonton yang datang terlambat.

Photobucket

Ketiga belas lagu dari album Ports Of Lima dibawakan seluruhnya malam itu, lengkap dengan penyanyi latar, string dan brass section. Terlihat di antara barisan itu, Ricky dan Mela ‘White Shoes And The Couples Company’, ikut membantu bermain cello. Serta, Indra Aziz meniupkan saksofonnya. Meskipun tata lampu terlihat sederhana, namun penonton cukup terhibur dengan background yang menampilkan potongan-potongan film mengiringi setiap lantunan lagu demi lagu. Penampilan mereka pun begitu elegan dan mencerminkan musik SORE yang memang diperuntukkan bagi kalangan dewasa. Tapi tak bisa dipungkiri, banyak pula penonton yang masih terlihat belia tampak dengan seksama menikmati musik yang tergolong berat ini. Membludaknya penonton yang hadir sempat dibuat kecewa dengan habisnya tiket masuk. Walaupun pihak panitia menyediakan empat buah plasma di luar venue yang menampilkan jalannya acara, atmosfernya tentu sangatlah berbeda.

Photobucket

Lagu “Bogor Biru” membuka penampilan SORE malam itu. Sang drummer, Bemby, turun dari ‘singgasananya’ dan beralih menjadi seorang konduktor. Itu berlangsung selama dua lagu, “Vrijeman” dan “Apatis Ria”. Suasana kelam tercipta ketika lagu “In 1997 The Bullet Was Shy”, dan Reza Dwiputranto, atau yang kerap disapa Echa, mengambil pistol. Di ending lagu tiba-tiba terdengar suara tembakan, dan sang gitaris itu langsung terjatuh ke lantai. Panggung pun menjadi gelap, hanya sinar lampu putih yang menyorot ke tubuh Echa. penonton pun langsung riuh bertepuk tangan.

Photobucket

Setelah jeda istirahat selama 10 menit, konser kembali dilanjutkan dengan “Merintih Perih” yang pilu. Kejutan kembali terjadi setelah lagu “Karolina”. Awan mengajak Rio Dalimonthee, gitaris yang pernah bergabung dengan The Pacifics dan The Timebreakers, naik ke atas panggung. Nama ini dulu begitu tenar di daratan Eropa, khususnya di negeri kincir angin, ketika The Tielman Brothers juga sedang berjaya. Meski dimakan usia, permainan gitar dan gerakan dansanya masih memikat ketika – di panggung itu juga – ia membawakan lagu “Hound Dog” milik Willa Mae Thornton, yang juga dipopulerkan oleh Elvis Presley. Penonton pun memberikan standing ovation atas penampilannya tersebut.

Photobucket

Penampilan kuintet asal Jakarta itu ditutup dengan “Setengah Lima” dan “Ernestito”, lalu disusul “Pergi Tanpa Pesan” dan “No Fruits For Today” sebagai encore. Akhirnya setelah dibawa selama lebih dari satu jam menikmati untaian nada SORE, terlihat jelas bahwa mereka kini lebih matang, skillful, dan hangat.

(tulisan ini diedit oleh Dimas Wahyu)

3 komentar:

Unknown mengatakan...

hi cow cow..
hehehe..thanks ya buat ulasan launching albumnya sore ini. very detail, gw berasa nonton langsung.infonya juga bikin gw 'melek'..heuehue

Unknown mengatakan...

eh, tambahan..blog gw yang lessismore itu ga aktip. tapi yang ini aktip, sapa tau lo mau berkunjung..heheeh.. -dinda-

Koko mengatakan...

Wah, makasih ya udah suka ama tulisannya. Gue cuma menuangkan apa yang gue liat ke untaian kata.. hehehe...